Pada masa pemerintahan Sultan Agung tahun 1613 – 1645 kerajaan Matara mencapai puncak kejayaannya. Cita-citanya yang luhur pada waktu itu ialah menyatukan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa di bawah pimpinan kerajaan Mataram.
Penyebab Mataram menyerang Batavia ialah sebagai berikut :
1. Mengusir penjajah Belanda dari tanah Indonesia
2. Belanda melaksanakan monopoli perdagangan
3. Belanda mering menghalangi perdagangan kerajaan Mataram di Malaka.
Pada tahun 1628 Sulatan Agung melaksanakan penyerangan yang pertama kalinya. Pada penyerangan pertama pasukannya dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso lalu penyerangan yang kedua dipimpin oleh Tumenggung Agul-Agul, Kyai Dipatu Upusonto, Dipati Ukur, dan Kyai Dipati Mandurorejo. Serangan-serangan tersebut berakhir dengan kekalahan Mataram.
Secara singkat perlawanan Mataram dilanjutkan penerus raja Sultan Agung yaitu :
1. Trunojoyo
2. Untung Suropati
3. Mangkubumi dan Raden Mas Said
Pada waktu perlawanan Sultan Mangkubumi, ada kesepakatan antara Kerajaan Mataram dengan Belanda yang dikenal dengan nama Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang berisi :
1. Mataram dibagi menjadi dua yakni Yogyakarta (Mataram Barat) dan Surakarta (Mataram Timur).
2. Kerajaan Mataram Barat dikuasai oleh Mangkubumi sedangkan Mataram Timur dikuasai oleh Paku Buwono.
Latar belakang perjanjian Giyanti ialah :
Terjadinya kesepakatan antara pihak Belanda (VOC) dengan pihak Mataram yang diwakili oleh Sunan Pakubuwono 3 dan kelompok Mangkubumi lainnya. Pada waktu itu Raden Mas Said atau sebutan dari Pangeran Sambernyawa tidak ikut dalam negosiasi tersebut.
Nama Perjanjian Giyanti ini diambil dari nama daerah terjadinya negosiasi tersebut. Nama tempatnya ialah Desa Giyanti dari ejaan Belanda. Sekarang daerah tersebut berada di dukuh Kerten, Desa Jantiharjo, sebelah Tenggara dari kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.